Selasa, 02 Juni 2015

PELANGGARAN KODE ETIK JURNALIS



KASUS I

Saham PT Krakatau Steel; Dewan Pers: Ada Pelanggaran Kode Etik
Dewan Pers menilai, terjadi pelanggaran kode etik dalam kasus dugaan permintaan hak istimewa untuk membeli saham penawaran umum perdana PT Krakatau Steel oleh wartawan. Pelanggaran itu berupa penyalahgunaan profesi serta pemanfaatan jaringan yang dimiliki sejumlah wartawan peliput di Bursa Efek Indonesia.

”Tindakan itu menimbulkan konflik kepentingan karena sebagai wartawan yang meliput kegiatan di Bursa Efek Indonesia juga berusaha terlibat dalam proses jual beli saham untuk kepentingan pribadi. Ini bertentangan dengan Pasal 6 Kode Etik Jurnalistik,” ujar Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers Agus Sudibyo di Jakarta, Rabu (1/12).

Pasal 6 Kode Etik Jurnalistik menyebutkan bahwa wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. Dalam situs Dewan Pers, tafsiran terhadap pasal ini, (a) menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum; (b) suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda, atau fasilitas dari pihak lain yang memengaruhi independensi.

Agus menyatakan, Dewan Pers menghargai sikap profesional dan niat baik detik.com, Kompas, MetroTV, dan Seputar Indonesia dalam proses penyelesaian kasus ini. Dewan Pers mengimbau segenap pers Indonesia menegakkan kode etik jurnalistik dan profesionalisme media.
Harian Kompas pun menghormati putusan Dewan Pers yang menyatakan seorang wartawan Kompas berinisial RN terbukti melanggar kode etik jurnalistik. Pada hari yang sama, harian Kompas telah menindaklanjuti putusan Dewan Pers itu dengan memberhentikan wartawannya itu sebagai wartawan Kompas.

”Manajemen harian Kompas pun memberhentikan yang bersangkutan sebagai wartawan Kompas. Pemberhentian berlaku sejak diterbitkannya Keputusan Dewan Pers,” kata Redaktur Pelaksana Harian Kompas Budiman Tanuredjo.
Dalam keputusannya, Dewan Pers sejauh ini belum menemukan bukti kuat adanya praktik pemerasan, yang dilakukan wartawan, terkait dengan kasus pemberitaan penawaran umum perdana saham PT Krakatau Steel. Keputusan ini dibuat Dewan Pers setelah melakukan pemeriksaan silang dan klarifikasi dengan pihak-pihak terkait.

KASUS 2

Wartawan Kecipratan APBD Provinsi
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) kali ini juga membidik media. Wartawan peliput kegiatan Humas Pemerintah Provinsi juga kecipratan anggaran daerah. Biro Humas dan Protokol Pemprov Sulawesi Selatan mengusulkan anggaran untuk jasa peliputan kegiatan Pemprov Sulawesi Selatan yang cukup besar. Dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA) 2010 disebutkan adanya belanja upah atau jasa pihak ketiga sebesar Rp 675 juta.
Dalam rinciannya, anggaran itu ditujukan ke beberapa media tertentu. Anggaran terbesar dialokasikan untuk jasa atau upah peliput dan publikasi. Angkanya mencapai Rp 240 juta selama 12 bulan. Tidak jelas kepada siapa dana itu akan diberikan. Dalam draft APBD, mereka hanya mencantum demikian.
Selain itu, ada pula anggaran khusus untuk jasa liputan TVRI Sulawesi Selatan sebesar Rp 120 juta, jasa/upah petugas TVRI Sulawesi Selatan Rp 90 juta, jasa liputan Fajar Tv Rp 60 juta, serta jasa publikasi dan dokumentasi dalam rangka 17 Agustus yang mencapai Rp 45 juta untuk tiga stasiun lokal.
"Anggaran ini patut dipertanyakan sebab tidak ada dasarnya. Saya kira bukan zamannya lagi wartawan diberi upah saat meliput suatu peristiwa. Saya yakin wartawan tidak akan menerima yang seperti itu," kata anggota Komisi A, Andi Mariattang. Melihat perkembangan media saat ini, tambah Mariattang yang juga mantan wartawan, tidak ada lagi wartawan digaji oleh pemerintah. Mereka meliput berdasarkan penugasan kantor dari media masing-masing.
Gaji khusus untuk wartawan juga ada pada nomenklatur lain, yaitu tersosialisasinya rencana kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lingkup Pemprov Sulawesi Selatan. Total anggarannya mencapai Rp 34,6 juta. Anggaran tersebut ditujukan kepada lima media, yaitu Harian Fajar Rp 7,2 juta, Tribun Timur Rp 7,2 juta, Berita Kota Rp 6,7 juta, Ujungpandang Ekspres Rp 6,7 juta, dan Seputar Indonesia Rp 6,7 juta.
Kepala Biro Humas dan Protokol Agus Sumantri yang dikonfirmasi soal ini mengatakan, alokasi anggaran tersebut, bukan untuk mengupah atau menggaji wartawan peliput kegiatan pemerintah provinsi atau dinas terkait. Tetapi, dipakai apabila ada agenda acara pemerintah provinsi untuk keluar daerah. "Tentu ada makan minumnya serta biaya penginapan (hotel) dalam perjalanan peliputan. Tapi kalau semisal dibayar oleh kabupaten yang melakukan acara, maka dana tersebut tidak digunakan," jelas Agus kepada Tempo Sabtu kemarin. Untuk anggaran sebesar Rp 240 juta, itu katanya untuk biaya jasa kemitraan dengan beberapa media.


Sumber : http://dhanialeksono.blogspot.com/2013/11/tiga-contoh-kasus-mnengenai-pelanggaran.html

1 komentar:

  1. "Hi!..
    Greetings everyone, my name Angel of Jakarta. during my
    visiting this website, I found a lot of useful articles, which indeed I was looking earlier. Thanks admin, and everything."
    Ejurnalism

    BalasHapus